DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………………. i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………….. ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang……………………………………………………………………….. 1.1
B. Rumusan Masalah .………………………..……………………………………….... 1.1
C. Tujuan Penulisan …………………………..…………………………………….….. 1.2
D. Sistematika Penulisan ……………………………………………….……………..…1.2
..
BAB II PEMBAHASAN
A.
Asal-Usul Kemunculan Aliran Murji’ah …………………….……………….,,,….… 2.2
B. Aliran-alian dalam Murji’ah dan Pemikirannya……………………………….……....2.4
C.
Pokok- Pokok
Ajaran Murji’ah ………………………….………………………..…. 2.6
D. Sekte- Sekte Murji’ah……………………………………..…………………….….… 2.7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………………………………..….………………… 3.9
B.
Saran……………….……………………………………………..………………….. 3.9
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………….……………………….10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semua agama yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi
(agama wahyu), menempatkan tauhid di tempat yang pertama dan utama, karena itu
setiap rasul yang diutus Allah SWT mengemban tugas untuk menanamkan, tauhid
kedalam jiwa umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada Allah, menyembah,
mengabdi dan berbakti kepadanya, melarang mereka menyekutukan Allah dalam
bentuk apapun, baik zat, sifat, maupun af’alnya.
Misi risalah semacam ini pulalah
yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW, karena itu, tema sentral setiap da’wah dan
seruannya adalah tauhid, bahkan, pada awal masa kerasulannya adalah tauhid,
selama dimekah, beliau memfokuskan perhatian kepada pembinaan tauhid ini
sehingga semua aktifitas da’wahnya diarahkan ke masalah tauhid, ayat-ayat
Al-Qur’an yang turun pada periode mekkah pun berisi masalah-masalah ketauhidan
beliau dan baru pada masa madinah diarahkan kepada pembinaan hokum-hukum Allah,
itu tanpa meninggalkan, bahkan untuk memperkokoh tauhid.
Mendahulukan dan mengutamakan aspek
aqidah (tauhid) di dalam risalah Nabi Muhammad SAW daripada aspek hokum, bukan
saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran islam dan fondasi yang
didirikan di atasnya. Bangunan-bangunan hokum /moral, dan sebagainya, tetapi
juga karena hokum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa diterima dan
dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat dan kokoh,
penerimaanm penghayatan dan pengamalan terhadap hukum-hukum tuhan haya bisa
terwujud dengan baik jika seseorang memiliki keimanan yang kuat. Sebaliknya,
hukum-hukum tuhan juga diperlukan untuk memantapkan ketauhidan seseorang, makin
baik seseorang melaksanakan hukum-hukum tersebut, makin kuat bertambah imannya
dengan demikian aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at) mempunyai hubungan timbal
balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.
Pada zaman rasul SAW, sampai masa
pemerintahan usman bin affan (644,656M, problem ketauhidan (teologis) di
kalangan umat islam belum muncul problem ini baru timbul di zaman pemerintahan
Ali bin Abithalib (656-661M) dengan munculnya beberapa kelompok/aliran karena
perbedaan pendapat dalam masalah tahkim antara ali dengan muawiyah, bin abi
sufyan , gubernur syam, pada waktu perang shiffir.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah yang berjudul yang berjudul “Aliran
Murji’ah” ini penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
asal-usul kemunculan aliran murji’ah
2. Apa pokok
ajaran aliran murji’ah
3. Bagaimana
sekte-sekte yang ada di aliran murji’ah
C.
Tujuan
Penulisan
Setiap
penulisan pasti mempunyai tujuan, dan tujuan tersebut harus dicapai, adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui asal-usul pokok ajaran Murji’ah
2. Untuk
mengetahui pokok-pokok ajaran aliran Murji’ah
3. Untuk
mengetahui sekte yang ada di aliran Murji’ah
D.
Sistematika
Penulisan
Setelah
mengetahui latar belakang masalah, maka penulis mengemukakan bagian-bagian yang
akan di bahas, dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II : Aliran Murji’ah yang meliputi asal-usul kemunculan aliran Murji’ah, aliran-aliran
dan pemikiran Murji’ah, Pokok-pokok ajaran aliran Murji’ah, sekte-sekte aliran
Murji’ah.
BAB III: Penutup yang
meliputi, kesimpulan dan saran-saran
BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN MURJI’AH
A.
Asal-Usul
Kemunculan Aliran Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau Arja’a, yang
bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan, kata arja’a mengandung pula
arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah, selain itu, Arja’a berarti pula
meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal
dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak.
Term Murji’ah juga bisa memberikan
pengertian “menangguhkan hokum perbuatan seseorang sampai di hadapan Allah SWT.
Golongan ini memang berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar tidak
dihukum kafir, tetapi tetap mukmin, mengenai dosa besar yang dilakukannya di
serahkan kepada keputusan Allah Nanti. Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa
pola tidak, semuanya merupakan urusan Allah SWT, dengan demikian muslim yang
berdosa besar masih mempunyai harapan mendapatkan ampunan Allah SWT. Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
Teori Pertama : Mengatakan
bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan
menjamin persatuan dan kesatuan umat islam. Ketika terjadi pertikaian politik
dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme, Mutji’ah, baik sebagai
kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersaman dengan kemunculan
syi’ah dan khawarij.
Teori ke dua : Sebagai
gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. dengan menangguhkan keputusan atas
persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan usman, ali
dan zubayar (seorang tokoh pembelot ke mekah).
Teori ketiga : menceritakan
ketika terjadi perseteruan antara ali dan muawiyah dalam perang shiffin,
dilakukan tahkim/arbitase atas usulan. Amr bin Ash, kaki tangan muawiyah,
kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra kelompok kontra
yaitu golongan khawarij, menyatakan bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an
karena tidak berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa
pelaku tahkim adalah dosa besar, pendapat ini ditentang oleh sekelompok sahabat
yang kemudian disebut golongan murji’ah yang menyatakan bahwa pembuat dosa
besar tetap mukmin tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah
apakah dia akan mengampuninya atau tidak.[1]
B. Aliran-alian dalam Murji’ah dan Pemikirannya
Dalam perjalanan
sejarahnya, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok moderat
dan kelompok ekstrem. Golongan moderat ini adalah yang berpegang pada pendapat
yang telah dijelaskan sebelumnya, tokoh-tokoh nya adalah Hasan bin Muhammad bin
Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu yusuf dan beberapa ahli hadist. Kelompok
moderat adalah kelompok yang tetap teguh berpegang pada doktrin murji’ah yang
telah dijelaskan diatas Sedangkan golongan ekstrim terbagi kedalam beberapa
kelompok diantaranya adalah:
1. Yunusiyyah
Yunusiyyah adalah kelompok yang
dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun an-Numairi. Menurut kelompok ini iman adalah
mengenal Allah dengan mentaati semua perintahNya dan menyerahkan segala urusan
kepada Allah dan mencintai Allah dengan sepenuh hati, bersikap rendah hati dan
tidak kufur. Sedangkan kufur adalah kebalikan dari itu. Iblis dikatakan kafir
bukan karena tidak percaya kepada Allah Swt, melainkan karena
ketakaburannya kepada Allah. Sebagaimana fiman Allah Swt.
ابى واستكبر و كان من الكافرين
Artinya: … ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-Baqarah 34).
Menurut Yunus barang siapa yang menanamkan rasa kepatuhan hanya kepada Allah
semata dan mencintai Allah dengan sepenuh hati, sekalipun ia melakukan maksiat,
tidaklah hal itu mengurangi nilai iman dan keikhlasannya kepada Allah, karena
mereka meyakini bahwa perbuatan jahat dan maksiat tidak merusak
iman seseorang.
Dari
uraian diatas kita telah mengetahui bahwa menurut kelompok ini selama seseorang
itu masih mencintai Allah dengan sepenuh hati, walaupun berbuat maksiat tetap
akan masuk surga, karena yang menyebabkan seseorang itu masuk surga adalah
keiklasan dan kecintaan nya kepada Allah.
2. ‘Ubaidiyyah
Kelompok ini dipelopori oleh Ubaid al-Muktaib,
menurut dia semua dosa selain syirik pasti akan diampuni. Apabila ada yang
meninggal sebagai seorang yang mengesakan (muwahhid), katanya tidak ada dosa
yang telah ia lakukan atau kejahatan yang telah ia kerjakan akan
menghancurkannya.
Jadi
dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok ‘ubaidiyah ini berpendapat
hampir sama dengan pendapat Yunusiyyah. Akan tetapi mereka mempunyai
pendapat yang lain yang bahwa seseorang yang meninggal dalam keadaan masih
memiliki ketauhidan tidak akan merugikannya, karena perbuatan jahat tidak
merusak iman. Begitupun sebaliknya perbuatan baik yang dilakukan oleh
orang-orang kafir tidak akan memperbaiki posisi orang kafir.
3. Ghassaniyyah
Kelompok Al- Ghassaniyyah adalah mereka yang mengikuti ajaran Ghassan
Al-Kafi. Menurut Ghassan, iman adalah pengetahuan ( ma’rifat) kepada Allah dan
Rasul. Jika seseorang mengatakan, saya tahu bahwa Tuhan melarang makan babi,
tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,
orang yang demikian tetap mukmin dan bukan kafir. Dan jika seseorang
mengatakan, saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah tetapi saya tidak
tau apakah Ka’bah di india atau tempat lain, orang demikian juga tetap mukmin.
Artinya keyakinan-kayakinan seperti itu berada diluar persoalan keimanan, tidak
ada hubungannya dengan iman. Jadi orang tersebut pada dasarnya tidak meragukan
hal-hal tadi, karena setiap orang yang berakal pasti tidak meragukan dimana
ka’bah dan pasti tahu perbedaan antara kambing dan babi.
4. Tsaubaniyyah
Tsaubaniyyah dipelopori oleh Abu
Tsauban yang berpendapat bahwa iman adalah pengenalan dan pengakuan lidah
kepada Allah, mereka juga menambahkan bahwa yang termasuk iman adalah
mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib dikerjakan. Singkatnya
kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal
sebelum datangnya syari’at.
Golongan
ini juga berpendapat bahwa jika Allah mengampuni seorang pendosa pada hari
kiamat, Ia akan mengampuni setiap pendosa yang beriman yang berada pada posisi
yang sama. sekali lagi, jika Ia mengeluarkan seseorang dari neraka, Ia juga
akan mengeluarkan setiap orang lainnya yang berada pada posisi yang sama.
5. Shalihiyyah
Shalihiyyah diambil dari nama tokohnya
Shalih ibn Umar Al-Shalihi. Menurut paham ini, iman adalah semata-mata
pengenalan kepada Allah sebagai sang pencipta, sedangkan kekafiran adalah ketidaktahuan
terhadap Allah, menurutnya shalat bukan ibadah, kecuali dari orang yang beriman
kepada-Nya, karena ia telah mengenal-Nya. Iman meliputi pengenalan akan Allah.
Ini merupakan kualitas yang tidak terbagi, yang tidak bertambah dan berkurang,
demikian juga kekafiran merupakan kualitas yang tidak terbagi, yang tidak
bertambah dan tidak berkurang
6. Marisiyyah
Marisiyyah dipelopori oleh Bisyar Al- Marisy.
Paham ini meyakini iman adalah selain meyakini dalam hati bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad itu Rasul-Nya juga harus di ucapkan secara lisan,
maka tidak dikatakan iman jika tidak diyakini dalam hati dan di ucapkan secara
lisan.
7. Karamiyyah
Karamiyyah, di rintis oleh Muhammad bin
Karram yang mempunyai pendapat bahwa iman adalah pengakuan secara lisan dan
kufur adalah pengingkaran secara lisan. Mukmin dan kafirnya seseorang dapat
diketahui melalui pengakuannya secara lisan
Sebagai
aliran yang berdiri sendiri, kelompok Murji’ah ekstrem sudah tidak didapati
lagi sekarang, walaupun demikian, ajaran-ajarannya dan pengaruh-pengaruhnya
masih didapati pada sebagian umat Islam. Adapun ajaran-ajaran dari kelompok
Murjiah moderat, terutama mengenai pelaku dosa besar serta pengertian iman dan
kufur, menjadi ajaran yang umum disepakati oleh umat Islam.[2]
C.
Pokok-Pokok
Ajaran Murji’ah
Ajaran pokok
Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a
yang diaplikasikan dalam banyak persoalan politik dan teologi, dibidang politik
doktrin irja di implementakan sebagai sikap “dram”, sikap politik netral atau
non blok, adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan ketika menanggapi
persoalan yang mencakup iman, kufur dosa besar dan ringan, tauhid tafsir
Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dasar besar, kemaksuman Nabi, hukuman
atau dosa, ada yang kafir dikalangan generasi awal islam, tobat, hakikat
Al-qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan (Gibb and Krimmers, Hlm
412).
Doktrin
teologi murji’ah menurut W. Mango Merry watt :
a. Penangguhan
keputusan terhadap ali dan muawiyah, hingga Allah Memutuskannya di akhirat
kelak.
b. Penangguhan
Ali Untuk menduduki tangking ke empat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c. Pemberian
harapan (Giving Of Hope), terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dadri Allah.
d. Doktrin-doktrin
Murji’ah menyerupai pengajaran (Madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan
helenis
Doktrin
teologi murji’ah, menurut Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokiknya
yaitu:
a. menunda
hukuman atas Ali, Muawiyah Amr bin Ash, dan abu musa Al-asy’ary yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak
b. Menyerahkan
keputusan Allah atas orang muslim yang berdosa besar
c. Meletakkan
(pentingnya) iman dari pada amal
d. Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat dari Allah.
Abu A’la
Al-Mahmudi menyebutkan dua doktrin periode ajaran Murji’ah.
a. Iman adalah
percaya kepada Allah dan Rasulnya saja, adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman, berdasarkan hal ini, seseorang
tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan
melakukan dosa besar.
b. Dasar
keselamatan adalah iman semata, selama masih ada iman di hati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang, untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya menjalankan diri dari syirik dan
mati dalam keadaan akidah tauhid.[3]
D.
Sekte-sekte Murji’ah
Dalam
perkembangannya mazhab murji’ah yang Dipelopori Samman dan
Dirar bin Umar mengalami perbedaan pendapat dikalangan para pendukung Murji’ah
sendiri.
Al
Syahrastani membagi kelompok-kelompok Murji’ah yang dikutip Watt, Early Islam
hal (181) yaitu sebagai berikut :
a. Murji’ah
Khawarij
b. Murji’ah
Qadariyah
c. Murji’ah
Jabari’ah
d. Murji’ah
Murni
e. Murji’ah
sunni (tokohnya adalah abu hanifah)
Sementara
itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte murjiah
a.
Al-Jahmiyah, pengikut John bin
Shufwan
b.
Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa
Ash-Shalahi
c.
Al-Yunushiyah, Pengikut Yunus
As-Samary
d.
As-Samriyanh, Pengikut abu samr dan
yunus
e.
Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Sufyan
f.
Al-Ghailaniyah, pengikut abu marwah
Al-Ghailan bin marwan ad-Dimsaqy
g.
An Najariyah, Pengikut Al-Husain bin
Muhammad An-Najr
h.
Al-Hanifyah, pengikut Abu Harfah
An-Nu’man
i.
Asy-Syabibiyah, pengikut muadz Ath,
Thaum’i
Harun
Nasution secara garis besar membagi dalam 2 sekte yaitu :
a.
Golongan moderat
b.
Golongan eksterim
Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar
tetap mukmin, tidak kafir’ tidak pula kekal di dalam neraka, mereka di siksa
sebesar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama
sekali. Iman adalah pengetahuan tentang tuhan dan Rasul-rasulnya, serta apa
saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar, iman dalam
hal ini tidak bertambah dan berkutang, penggagas pendirian ini adalah; Al Hasan
bin Muhammad bin Abi Bin Thalib, abu hanifah, abu yusuf dan beberapa ahli
hadist.
Murji’ah ekstrim diantaranya adalah kelompok-kelompok
sebagai berikut :
a. Jahmiyah,
Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang
percaya keada tuhan kemudian menyatakan kekufurannya, secara lisan, tidaklah
menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada
bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Shalihiyah,
Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan,
sedangkan kufur adalah tidak tahu tuhan salat bukan merupakan ibadah kepada
Allah
c. Yang disebut
ibadah adalah iman kepadanya dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat,
puasa da haji bukanlah ibadah melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
d. Yunusiyah
dan Ubaidilah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan
jahat tidaklah merusak iman seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan
jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan, dalam hal
ini, muqotil bin sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau
sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politerest).
e. Husaniyah,
menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “saya tahu tuhan melarang makan
babi tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing
ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir begitu pula orang yang
menyatakan, “saya tahu tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak
tahu apakah ka’bah di India atau tempat lain”.
Pendapat-pendapat
ekstrim seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa, hanya imanlah
yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang,
perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini, karena yang penting
ialah iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman.
Ajaran
serupa ini ada bahayanya karena dapat memperlemah ikatan moral yang akan
mengakibatkan adanya masyarakat bersifat permissive, masyarakat yang dapat
mentolelir penyimpangan dari norma akhlak yang berlaku, karena yang
dipentingkan hanyalah iman, norma akhlak kurang penting dan diabaikan, inilah
kelihatannya yang menjadi penyebab kurang baik dan kurang disenangi dari ajaran
aliran Murji’ah.
Tetapi
pendapat dari golongan Murji’ah moderat, sesuai dengan pendapat dari golongan
Asy’ariah atau golongan ahlu sunnah bahwa, iman ialah pengakuan dalam hati
tentang ke esaan Allah dan tentang kebenaran Rasul-rasulnya serta segala apa
yang mereka bawa mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun islam hanya
merupakan cabang iman. Pelaku dosa besar jika meninggal dunia tanpa taubat, ada
kemungkinan diampuni tetapi ada pula tidak akan diampuni, tetapi akan di siksa
dahulu dineraka.
Golongan
Murji’ah moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam
sejarah, tetapi ajaran mereka tentang iman, kufur dan dosa besar masuk ke dalam
aliran ahli sunah wal jama’ah, adapun golongan Murji’ah ekstrim juga telah
hilang tetapi dalam prakteknya, secara tak sadar banyak umat manusia mengikuti
aliran Murji’ah ekstrim.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Aliran
Murji’ah mempunyai pendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir tetapi tetap mukmin
dan keputusannya ditangguhkan sampai hari akhirat
- Seorang
pendosa besar selama masih ada iman akan tetap masuk surga dan kepatuhan atau
ibadahlah yang akan menentukan derajat seseorang dalam sorga.
- Golongan
Murji’ah moderat maupun ekstrim sudah tidak ada lagi pada dewasa ini sebgai
golongan berdiri sendiri, tetapi sebagian ajarannya ada yang masih dipergunakan
oleh golongan yang lain seperti ahli sunah wal jama’ah.
- Aliran-alian dalam Murji’ah dan Pemikirannya
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini terpecah menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Golongan moderat ini
adalah yang berpegang pada pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya,
tokoh-tokoh nya adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah,
Abu yusuf dan beberapa ahli hadist. Kelompok moderat adalah kelompok yang tetap
teguh berpegang pada doktrin murji’ah yang telah dijelaskan diatas Sedangkan
golongan ekstrim terbagi kedalam beberapa kelompok diantaranya adalah:
1.
Yunusiyyah
2.
‘Ubaidiyyah
3.
Ghassaniyyah
4.
Tsaubaniyyah
5.
Shalihiyyah
6.
Marisiyyah
7.
Karamiyyah
Sebagai aliran yang berdiri sendiri, kelompok Murji’ah ekstrem sudah tidak
didapati lagi sekarang, walaupun demikian, ajaran-ajarannya dan
pengaruh-pengaruhnya masih didapati pada sebagian umat Islam. Adapun
ajaran-ajaran dari kelompok Murjiah moderat, terutama mengenai pelaku dosa
besar serta pengertian iman dan kufur, menjadi ajaran yang umum disepakati oleh
umat Isla
B.
Saran-saran
Penulisan
makalah ini tentulah banyak sekali kekurangannya, sehingga diharapkan adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun baik dari dosen mata kuliah
aqidah/Ilmu kalam maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Nasution
Harun, DKK, Teologi Islam, Aliran-alian Sejarah Analisis Perbandingan,
U.I Pers Jakarta.(Rujukan)
Ø Anwar Rosihan, Drs. Rosak Abdul,
Drs. M.Ag, Ilmu Kalam, Pustaka setia.(Rujukan)
Ø
Asmuni Yusran, H.M, Drs, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2000. .(Rujukan)
Ø Al Maududi Abdul ‘Ala”. Al Khalifah
Wa Al-Mulk, Terjema’ahan Muhammad Al-Baqir, Mizan Bandung,
1994. .(Rujukan)
Ø Zuhri, Amat. Warna-warni teologi Islam (Ilmu Kalam) cet.ke 5. (Pekalongan:STAIN
Press). 2011. .(Rujukan)
Ø http://khazanah-keislaman.blogspot.co.id/2015/09/makalah-sejarah-lahirnya-aliran-murjiah.html (diakses 02 Maret 2016).
Ø Ibid 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar